Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) - Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK)
Download Pdf

Apa Itu PCOS?
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan sekumpulan gejala yang berhubungan dengan gangguan hormonal pada wanita. Seorang wanita dapat dikatakan mengalami PCOS apabila ia memenuhi dua dari tiga kriteria: anovulasi kronis, hyperandrogenism, dan kista multiple pada indung telur (polycystic ovary). 1 Umumnya PCOS terjadi pada 5-10% wanita usia subur, dan dapat dideteksi pada masa remaja. 2,3
Mengenal PCOS Lebih Dalam
PCOS merupakan penyakit multifaktorial, yang artinya penyebab PCOS tidak terbatas oleh satu faktor saja. Peneliti menentukan bahwa PCOS dapat disebabkan oleh faktor luar (lingkungan), dan juga faktor dalam (genetik). Teori terbaharu menyatakan bahwa individu yang mengalami PCOS terjadi akibat terpaparnya kedua faktor tersebut, yakni adanya kecenderungan genetik disertai paparan lingkungan. 1
Penyakit PCOS dikenal memiliki hubungan dekat dengan keadaan obesitas dan resistensi insulin. Keadaan tersebut merupakan landasan dasar penyakit diabetes mellitus tipe-2. Insulin dapat bekerja sama dengan luteinizing hormone dalam produksi androgen. Ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan seleksi sel telur pada ovarium. Oleh karena itu, wanita dengan PCOS umumnya memiliki jumlah folikel (bakal telur) yang banyak namun tidak ada yang matang. 4
Tubuh yang resisten atau ‘kebal’ terhadap insulin akan memiliki kadar insulin yang tinggi (hyperinsulinemia). Kondisi tersebut merupakan mekanisme tubuh untuk menanggulangi keadaan resistensi insulin, namun hyperinsulinemia dapat memicu kelenjar adrenal untuk produksi hormone DHEA-S (androgen), dan indung telur untuk mengubah progesterone menjadi androstenedione (androgen). Peningkatan kadar androgen dalam tubuh dapat memunculkan gejala hirsutism, rambut rontok (alopecia androgenic), dan jerawat. Peningkatan kadar androgen berhubungan dengan perubahan distribusi lemak tubuh, yakni mendorong terjadinya penumpukan lemak dalam (visceral fat). 5
Bagaimana Gejala PCOS?
PCOS merupakan sebuah syndrome. Sindrom adalah sekumpulan gejala yang muncul dari suatu penyebab yang sama. Gejala yang muncul dari PCOS dapat bervariasi setiap individu, gejala tersebut antara lain:
a. Hiperandrogenism: Meningkatnya kadar androgen dalam tubuh dapat dideteksi secara tampakan (klinis) atau pemeriksaan lab (biokimia). Secara klinis, wanita dengan hyperandrogenism umumnya mengalami hirsutism, yakni pertumbuhan rambut berlebih, keras, dan kasar pada daerah persebaran yang menyerupai pola pertumbuhan rambut pada laki-laki (wajah, dada, punggung, perut, bokong, dan paha). Keluhan lain berupa pertumbuhan jerawat yang tidak terkendali dapat dialami pasien PCOS. Kadar androgen dapat dipastikan melalui pemeriksaan lab. 4
b. Premature Adrenarche: Merupakan kondisi tumbuhnya rambut kemaluan sebelum usia 8 tahun. Meskipun tidak selalu ada, kondisi tersebut dapat mengindikasikan keadaan PCOS pada masa kanak.
c. Irregular menstruation: Jadwal menstruasi yang tidak teratur merupakan hal yang lumrah pada remaja, khususnya dalam dua tahun setelah menstruasi pertama. Pada dewasa muda, menstruasi yang tidak teratur dan sudah berlangsung lebih dari dua tahun dapat mengindikasikan kejadian PCOS. Menstruasi irregular yang biasa terjadi pada wanita dengan PCOS adalah oligomenorrhea, yakni siklus menstruasi terjadi setiap lebih dari 35 hari. Adapun variasi lain gangguan menstruasi berupa secondary amenorrhea, yakni hilangnya menstruasi selama lebih dari tiga siklus berturut-turut.
d. Gangguan ovulasi dan infertilitas: keadaan tidak teraturnya atau tidak adanya pelepasan sel telur (anovulasi). Wanita dengan gangguan ovulasi umumnya mengalami menstruasi yang tidak teratur, atau bahkan tidak mengalami menstruasi sama sekali. Pemeriksaan gangguan ovulasi dapat dilakukan dengan pencitraan ultrasonography. Pada wanita dengan PCOS, umumnya ditemukan struktur indung telur dengan kista berjumlah multiple (polycystic ovary morphology / PCOM) yang merupakan konsekuensi dari pertumbuhan beberapa folikel (bakal telur) yang banyak, namun tidak matang. 4
Apa Faktor Risiko PCOS?
Beberapa kondisi kesehatan dibawah ini telah terbukti memilki hubungan erat atas kejadian PCOS;
- Riwayat saudari atau ibu kandung dengan PCOS
- Riwayat lahir berat badan tinggi
- Obesitas
- Resistensi Insulin
- Pengobatan Epilepsi
Ada Berapa Jenis PCOS?
PCOS memiliki 4 tipe berdasarkan 3 gejala klinis; gangguan ovulasi, gejala hyperandrogenism, dan tampakan kista multiple pada indung telur (polycystic ovary morphology/PCOM). 7
i. PCOS Tipe A: gangguan ovulasi, gejala hyperandrogenism, dan PCOM.
ii. PCOS Tipe B: gejala hyperandrogenism dan gangguan ovulasi.
iii. PCOS Tipe C: gejala hyperandrogenism dan PCOM.
iv. PCOS TIpe D: gangguan ovulasi, dan PCOM.
PCOS Tipe A sering disebut PCOS ‘komplit’, tipe A dan tipe B juga dikenal sebagai PCOS ‘klasik’. Wanita dengan tipe A atau B umumnya memiliki gejala hirsutism dan obesitas sebagai gejala dan tampakan dominan, gangguan siklus menstruasi, dan memiliki risiko sindroma metabolik lebih tinggi dibandingkan tipe C dan D. 8
Tipe C dikenal sebagai ‘ovulatory PCOS’ karena pada tipe ini tidak terjadi gangguan ovulasi. Apabila dapat dikategorikan dari beratnya gejala, tipe C berada di posisi nomor 3, tentunya dibawah A dan B, namun diatas D. 8
Tipe D atau ‘non-hiperandrogenik PCOS’ merupakan spektrum PCOS tanpa gejala hyperandrogenism. Pada tipe ini, pasien memiliki kadar androgen yang normal, derajat gangguan sistem endokrin (resistensi insulin) paling rendah dibandingkan tipe A, B, dan C. 8
Apakah PCOS Merupakan Penyakit Menular, Menurun atau Didapat?
Hingga saat ini, penyebab PCOS masih belum diketahui sepenuhnya. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa PCOS terjadi akibat interaksi kompleks antara faktor gen dan lingkungan. 5
Beberapa individu memiliki kecenderungan genetik untuk mengalami resistensi insulin, keadaan yang berhubungan erat dengan perjalanan penyakit PCOS. Meskipun demikian, resistensi insulin juga dapat terjadi pada individu tanpa kecenderungan genetik, yakni akibat gaya hidup tidak sehat (obesitas, kurangnya aktivitas fisik), usia, atau pengobatan. 6
Bagaimana Penanganan PCOS?
Prinsip utama penanganan PCOS adalah simptomatik, yakni mengatasi gejala-gejala yang disebabkan oleh PCOS seperti kelebihan androgen, oligo-ovulation, dan resistensi insulin. Tatalaksana awal yang dapat dilakukan adalah modifikasi gaya hidup seperti yang telah disampaikan. Terdapat beberapa metode pengobatan yang dapat diberikan, namun pengobatan harus dilakukan dibawah supervisi dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Subspesialis Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas sebagaimana penanganan bersifat individualistic, yakni dapat berbeda untuk setiap pasien PCOS. 5
PCOS dapat ditangani dengan kontrasepsi hormonal seperti pil kontrasepsi kombinasi (PKK), dan progestin (suntik, minipil, atau susuk/implan). Mekanisme kerja dasar dari PKK adalah meniru proses hormon reproduksi alami pada tubuh perempuan. Komponen estrogen dalam PKK dapat menurunkan kadar androgen pada tubuh dengan memicu produksi protein pengikat, dan memicu siklus haid yang teratur. Sedangkan komponen progestin baik sendiri maupun yang terkandung dalam PKK mampu melindungi endometrium dari reaksi hiperplasia. 5
Penatalaksanaan infertilitas pada pasien PCOS dapat ditangani dengan stimulan ovulatorik seperti klomifen. Stimulan ovulatorik memiliki mekanisme kerja sebagai pemicu mekanisme umpan balik hormon reproduksi (aksis hipotalamus-hipofisis) yang normal pada wanita dengan PCOS, sehingga meningkatkan kemungkinan perkembangan folikel dan pelepasan sel telur. Namun perlu dipahami bahwa beberapa pasien memiliki resistensi terhadap klomifen tanpa sebab yang belum dapat dipastikan secara jelas, hormon Anti-Mullerian diduga kuat merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada kelainan tersebut. 5
Gangguan resistensi insulin dapat ditangani dengan agen sensitisasi insulin. Agen tersebut umumnya merupakan pengobatan diabetes seperti metformin dan pioglitazone. Menggunakan agen tersebut, tubuh akan lebih ‘peka’ terhadap insulin, sehingga hyperinsulinemia dapat ditekan dan kadar androgen dapat menurun. 5
Apakah PCOS Berhubungan Dengan Infertilitas?
Infertilitas merupakan salah satu gejala yang dialami oleh pasien PCOS. Seperti yang telah disampaikan, PCOS berhubungan erat dengan kondisi ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu proses pematangan bakal sel telur. Pasien PCOS dapat mengalami siklus anovulatorik, yakni siklus haid tanpa dihasilkannya sel telur.
Apakah Komplikasi Dari PCOS?
Mekanisme dasar penyakit PCOS adalah gangguan pada sistem hormonal dan endokrin, khususnya pada metabolisme gula. PCOS dapat memberikan komplikasi yang beragam, antara lain:
- Gangguan Jantung dan pembuluh darah: pasien PCOS memiliki risiko gangguan jantung dan pembuluh darah yang seperti tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung koroner.
- Gangguan Metabolik: umumnya wanita dengan PCOS akan memiliki gangguan pada profil lipid (dyslipidemia), obesitas dan resistensi insulin. Ketiganya dapat memicu sindroma metabolik yang dapat meningkatkan risiko gangguan jantung dan pembuluh darah, serta diabetes.
- Gangguan kehamilan: beberapa studi menemukan peningkatan risiko komplikasi kehamilan seperti pre-eklampsia, kelahiran premature, keguguran, diabetes gestasional, hingga kematian perinatal pada wanita dengan PCOS. 9
Bagaimana Mencegah Perburukan PCOS?
Modifikasi gaya hidup: tatalaksana utama dari PCOS adalah modifikasi gaya hidup yang mencakup perubahan pola diet makan dan aktivitas fisik sebagaimana hal tersebut dapat memperbaiki keadaan hormonal dan metabolik wanita. Dengan penurunan kadar lemak dan menjaga kadar gula dalam tubuh dapat menurunkan risiko resistensi insulin serta gangguan kardiovaskular.
a. Diet
Sekitar 30-75% wanita dengan PCOS di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan. Sehingga penanganan utama pada wanita dengan PCOS adalah menjaga indeks massa tubuh ≤ 25 kg/m2. Mengurangi asupan sebesar 500 – 1.000 kkal/hari (3.500 – 7.000 kkal/minggu) dengan komposisi yang seimbang, disertai dengan aktivitas fisik dapat menurunkan 0.5 – 1.0 kg/minggu. Meskipun demikian, membatasi asupan kalori lebih dari 1.200 kkal/hari tidak dianjurkan sebagaimana dapat terjadi yoyo effect, yakni penurunan berat badan yang cepat namun hanya sementara dan berat badan akan naik kembali.
i. Karbohidrat
Pemilihan karbohidrat yang baik dapat ditentukan berdasarkan Indeks Glikemik (IG) bahan makanan. IG merupakan indeks yang menggambarkan potensi karbohidrat yang terkandung dalam bahan makanan untuk meningkatkan kadar gula dalam darah setelah dikonsumsi. Semakin tinggi IG maka semakin besar potensinya meningkatkan gula darah.
Karbohidrat dengan IG rendah dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kolesterol HDL. Sebaliknya, karbohidrat dengan IG tinggi dapat meningkatkan risiko resistensi insulin.
i. Protein
Konsumsi bahan makanan tinggi protein disertai dengan rendah karbohidrat memiliki efek yang menguntungkan bagi wanita dengan PCOS. Beberapa studi menyimpulkan bahwa diet tersebut dapat menurunkan lingkar pinggang dan kadar insulin dan lemak dalam tubuh.
Perlu dipahami bahwa meskipun adanya efek positif dari diet tinggi protein, penerapannya tetap harus berhati-hati sebagaimana diet tinggi protein dapat menyebabkan efek samping pada fungsi ginjal dan massa tulang. Oleh karena itu penerapan diet tinggi protein sebaiknya dilakukan setelah berkonsultasi dengan dokter, dan ahli gizi.
ii. Lemak
Lemak merupakan komponen nutrisi yang paling kaya energi, sebagaimana 1-gram lemak dapat memberikan energi sekitar 9 kkal, sedangkan protein dan karbohdirat hanya memberikan 4 kkal. Berdasarkan struktur kimianya, lemak dibagi menjadi dua yakni lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Asupan lemak secara kesuluruhan sebaiknya tidak lebih dari 30% total kalori diet, dengan 10% adalah batas maksimum kalori berasal dari lemak jenuh.
Asam lemak omega-3, yang tergolong asam lemak tidak jenuh, dianggap mampu menurunkan kadar testosterone yang signifikan pada wanita dengan PCOS. Selain itu, konsumsi omega-3 mampu menurunkan kolesterol.
iii. Serat
Asupan serat 25 gram/hari memiliki efek positif terhadap profil hormone wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 25 kg/m2. Selain itu, asupan serat disertai dengan pembatasan kalori diduga dapat meningkatkan kadar protein pengikat hormone bebas (sex hormone binding globulin/SHBG) yang juga berperan dalam mengendalikan profil hormonal.
iv. Vitamin D
Kekurangan vitamin D dapat memperburuk gejala PCOS. Sekitar 67 -85% wanita dengan PCOS memiliki kadar vitamin D yang rendah. Vitamin D dapat diperoleh melalui suplementasi, bahan makanan (minyak ikan salmon, ikan kod, ikan tuna, dan ikan sarden), serta berjemur dibawah cahaya matahari.
a. Aktivitas Fisik
American College of Sports Medicine and American Heart Association merekomendasikan aktivitas fisik aerobik intensitas sedang minimal 30 menit yang dilakukan 5 kali dalam satu minggu, atau 20 menit intensitas berat sebanyak 3 kali dalam satu minggu. Kegiatan aerobik meliputi antara lain berjalan, jogging, sprint, berenang, dan bersepeda. Aktivitas intensitas sedang berkisar antara 60-75% laju nadi maksimal (HR Max) dan intensitas berat >76% HR Max, dengan formula HR Max sendiri adalah 220-usia.
Namun pemilihan aktivitas fisik perlu disesuaikan dengan usia dan status kebugaran. Seseorang dengan indeks massa tubuh yang tergolong obesitas lebih disarankan untuk melakukan kegiatan bersepeda atau berenang dibandingkan jogging, sprint, atau running.5
Apakah PCOS dapat Muncul Kembali Setelah Penanganan? Apakah PCOS Dapat Disembuhkan?
Penatalaksanaan PCOS bersifat simptomatik, yakni pengobatan berfokus kepada gejala yang mengganggu pasien. Tatalaksana PCOS juga disesuaikan kepada kondisi dan kebutuhan pasien, seperti keinginan untuk hamil. Meskipun demikian, secara garis besar PCOS tidak memiliki penanganan atau obat yang bersifat menyembuhkan. Oleh karena itu, gejala dapat muncul apabila pengobatan dihentikan. 3
Pengobatan PCOS menyesuaikan dengan gejala yang timbul. Salah satu contoh penganganan gejala hirsutism, umumnya membutuhkan terapi 6 – 9 bulan hingga muncul perbaikan gejala. Sedangkan untuk gangguan ovulasi pada wanita yang ingin hamil setidaknya butuh terapi 6 bulan dengan angka kesuksesan 20 – 40%. 10
Referensi
1 Rasquin Leon LI, Anastasopoulou C, Mayrin JV. Polycystic Ovarian Disease. [Updated 2022 May 9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan
2 RCOG. 2022. Polycystic Ovary Syndrome: What it Means for Your Long-Term Health
3 Yalemedicine. 2022. Polycystic Ovary Syndrome
4 Ibáñez, L., Oberfield, S. E., Witchel, S., Auchus, R. J., Chang, R. J., Codner, E., Dabadghao, P., Darendeliler, F., Elbarbary, N. S., Gambineri, A., Garcia Rudaz, C., Hoeger, K. M., López-Bermejo, A., Ong, K., Peña, A. S., Reinehr, T., Santoro, N., Tena-Sempere, M., Tao, R., … Lee, P. A. (2017). An International Consortium Update: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment of Polycystic Ovarian Syndrome in Adolescence. In Hormone Research in Paediatrics (Vol. 88, Issue 6, pp. 371–395). S. Karger AG. https://doi.org/10.1159/000479371
5 Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. (2016). Konsensus Tata Laksana Sindrom Ovarium Polikistik.
6 Freeman AM, Pennings N. Insulin Resistance. [Updated 2022 Jul 4]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan.
7 Witchel, S. F., Oberfield, S. E., & Peña, A. S. (2019). Polycystic Ovary Syndrome: Pathophysiology, Presentation, and Treatment with Emphasis on Adolescent Girls. Journal of the Endocrine Society, 3(8), 1545–1573. https://doi.org/10.1210/js.2019-00078
8 Mumusoglu, S., & Yildiz, B. O. (2020). Polycystic ovary syndrome phenotypes and prevalence: Differential impact of diagnostic criteria and clinical versus unselected population. Current Opinion in Endocrine and Metabolic Research, 12, 66–71. https://doi.org/10.1016/j.coemr.2020.03.004
9 Gilbert, E. W., Tay, C. T., Hiam, D. S., Teede, H. J., & Moran, L. J. (2018). Comorbidities and complications of polycystic ovary syndrome: An overview of systematic reviews. Clinical Endocrinology, 89(6), 683–699. https://doi.org/10.1111/cen.13828
10 Badawy, A., & Elnashar, A. (2011). Treatment options for polycystic ovary syndrome. International Journal of Women’s Health, 3, 25–35. https://doi.org/10.2147/IJWH.S11304